Cerita Hati (Ungkapan Tentang Perasaan)

Cerpen berjudul Cerita Hati (Ungkapan Tentang Perasaan) ini adalah cerpen terbaru karya Deny Fadjar Suryaman, dan merupakan sekuel dari cerpen sebelumnya Cerita Hati (Ketika Hati Tak Mampu Mengungkapkan).

Fajar di ufuk barat telah menampilkan sinarnya, lalu masuk melalui celah-celah gorden menembusnya hingga mampu menusuk kulit Aini yang sedang terlelap dalam tidurnya. Kicau dari sang gereja kecil pun terdengar manyapa di pagi nan indah ini, yang memadukan suara keramaian pagi menjadi suara melodi yang harmonis. Sinar di pagi ini cukup terik menyapa, menerbangkan tetesan embun yang menempel di dedaunan yang menghiasi ranting-ranting pohon. Aini pun terbangun dan beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi hanya untuk sekedar membasuh mukanya yang kusam. Lalu dia pun melangkahkan kakinya keluar rumah menuju tempat di mana Rian biasa menyendiri. Yah, sebuah tempat di mana terhampar luas padang rumput yang indah yang mampu menyegarkan mata siapa pun yang memendangnya. Suasana di luar rumah sedikit sejuk namun cukup membuat tubuh menjadi beku, dengan balutan terik sinar mentari pagi yang sedikit memberi kehangatan pada tubuh Aini. Dia pun berjalan menuju tempat itu dalam keramaian pagi. Dalam balutan keheningan dalam dirinya yang enggan terlibat dalam keramaian pagi. Dia hanya melontarkan senyum yang terpancar dari wajahnya yang cantik. Dan dia pun tetap melangkahkan kakinya ke tempat tujuannya semula.

Tepat di sudut tempat tinggalnya yang berada di daerah yang di kelilingi oleh pegunungan yang masih asri, dia pun sampai pada tempat tujuannya. Dengan balutan pakaian mantelnya yang membungkus tubuhnya yang beku. Yah, walau mentari bersinar cukup terik, namun suasana di tempatnya memang sangat dingin, karena berada di daerah perbukitan yang berselimutkan kabut yang menghiasinya.

Sudah hampir dua minggu dia sering mengunjungi tempat ini, yah lebih tepatnya semenjak kepergian Rian untuk menghadap sang tuhan. Dia sadar jika sebenarnya Rian sangat sayang dan cinta kepadanya, hanya karna dia takut meninggalkan drinya di saat yang tak tepat yang membuat Rian urung mengungkapkan isi hatinya kepada dirinya. Sangat di sayangkan, karna sesungguhnya dia berharap Rian bisa mengatakannya kapada dirinya, karna memang sesungguhnya dia juga memiliki perasaan yang sama dengan Rian. Di tempat itu Aini biasa duduk mengenang saat dia masih sering mengunjungi tempat itu dengan Rian. Dia masih belum bisa menerima kenapa Rian harus meninggalkan dia dengan begitu cepat, padahal pertemanan dia pun belum begitu lama terjalin. Aini selalu mendesah dalam hatinya, ‘seandainya saja aku yang bisa mengatakannya terlebih dahulu, mungkin ada sedikit kenangan yang hadir ketika rasa cintanya bisa bersatu’. Namun itu hanya sebuah angan-angan kosong yang ada dalam khayalannya belakangan ini, dan hal itu juga yang sampai saat ini membuat Aini sering mengunjungi tempat itu. Belakanga dia pun sering melakukan hal yang sama yang dilakukan Rian di tempat itu, dia jadi sering menuangkan apa yang ada di hati dan perasaannya dalam sebuah tulisan dalam buku harian, dia jadi sering membuat puisi atau hanya sekedar menceritakan apa yang sedang dia rasakan dalam hati dan perasaannya. Buku harian itu selalu dia bawa ketika dia datang ke tempat itu, dan selalu menjadi teman yang setia menemain dia duduk di hamparan rumput yang seolah menjadi karpet tempatnya berbaring. Di sana dia sangat merasakan keheningan, karna yang terdengar hanyalah hembusan angin yang menggerakkan ranting-ranting pepohonan hingga menghasilkan suara yang terdengar di telinga. Itu yang selalu di kenangnya, karna Rian datang ke tempat itu karna alasan yang sama seperti apa yang sedang Aini rasakan saat dia berada di tempat itu.

Pagi itu dia merangkai sebuah puisi yang menggambarkan suasana di pagi itu. Puisi yang mampu membuatnya tersenyum karna tak menyangka dia mampu merangkai kata-kata indah dalam sebuah tulisan. Puisi yang terlihat sederhana, dengan pemilihan kata-kata yang simple namun mudah di mengerti olehnya sendiri. Puisi yang memiliki makna berharga bagi dirinya.

fajar di ufuk timur langit

Fajar di ufuk timur menyapa
Tampilkan pesona jingga nan elok dan ceria
Bercampur dengan derai hembusan angin
Dan kicau dari sang gereja kecil
Kehadirannya mampu mengusir pilu di hati
Hadirkan ceria di pagi nan mempesona
Tunjukan keindahan lukisan langit
Yang tergores dalam lembaran angkasa
Dingin menerpa lembaran ari
Yang menusuk hingga kedalam hati
Kehadirannya pencarkan kehangatan cinta
Yang memekarkan bunga-bunga dalam jiwa

Itu sebuah puisi yang dia rangkai dalam buku hariannya pagi itu. Sekarang jam di tangannya sudah menunjukan pukul setengah delapan, sudah waktunya dia kembali menuju rumahnya untuk bersiap-siap berangkat kuliah. Semenjak lulus SMA dia melanjutkan kuliahnya di universitas negeri terkenal di dekat rumah tempat tinggalnya. Dia kuliah di jurusan psikologi, sudah sejak sekolah dulu dia bercita-cita kuliah jurusan psikologi. Karna keinginannya yang ingin menjadi psikolog.

Jam kuliahnya baru akan di mulai pukul 09.00 pagi ini, namun dia sudah tiba di kampus setengah jam sebelum jam kuliah di mulai. Itu karna dia ingin membereskan sedikit tugas kuliahnya yang dikerjakannya semalam yang masih sedikit berantakan.

***
Tepat pukul empat sore Aini menyesaikan perkuliahnya yang lumayan cukup padat hari ini. Dia pun keluar dari ruang kelasnya dan menyusuri lorong kampus menuju halaman depan kampus. Di sana sudah menunggu teman dekatnya yang bernama dhila. Yah, Aini memang biasa pulang kuliah bersama teman dekatnya yang satu itu. Selain karna dhila adalah teman dekatnya Aini dia juga salah satu dari teman dekat Rian.

“Hay dhil”. Aini menyapa teman’y yang sedang duduk sambil melamun.
“i..iya”. jawab singkat dhila yang merasa kaget. “ah, kamu Aini, mengagetkan aku saja”. Sambungnya lagi.
“hehehhee..maaf-maaf”
“oia, sekarag kamu mau ke tempat Rian biasa menghabiskan waktu atau mau langsung pulang”. Lanjut dhila
“iya, soalnya kalau aku ke sana hati tuh tenang”.ungkap Aini
“ah, kamu gak ada bosennya yah pergi ke sana setiap pagi dan sore”
“aku ikut yah? Ada yang ingin aku kasih liat ke kamu”
“apa”. Tanya Aini penasaran.
“nanti saja di sana”

Aini dan dhila pun meninggalkan kampus dan pergi ke tempat Rian biasa menghabiskan waktunya.

***
Dhila memang selalu menemani Aini pergi ke tempat itu jika dia sedang ada waktu, karna dia tahu betapa masih tidak percayanya Aini atas kepergian Rian. Dhila memang teman yang tahu tentang apa yang menjadi rahasia dari Rian, baik tentang perasaannya kepada Aini, tentang penyakitnya, bahkan tentang hal-hal kecil sekali pun. Karna dhila sudah berteman dengan Rian sejak dia duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Sesampainya di tempat itu Aini seperti biasanya dia duduk di hamparan rumput yang menjadi alasnya. Dengan lamunannya yang tenang dia pun menatap langit senja yang mulai menampakan keindahanya yang begitu mempesona. Dari tempatnya dudk memang tepat mengarah ke barat di mana tempat matahari tebenam dan menampakkan jingganya yang melukis langit sore. Aini dan dhila hanya hening duduk di tempat itu sambil menikmati keindahan suasana saat itu. Aini yang hening termenung karna memikirkan Rian yang slalu ada dalam fikirannya, dan dhila yang hening karna dia merasa aneh pada Aini yang terlalu terlarut pada Rian yang sudah tiada.

“aku sudah tebak kamu cuma diam-diam saja di sini, paling sesekali cuma menggoreskan bolpoin kamu di buku harianmu. Entah apa yang kamu tulis di situ, aku saja gak tau.” Dhila memulai untuk pembicaraan.
“aku gak tau dhil kenapa aku masih terlarut mikirin Rian”, keluh Aini.
“mungkin kamu hanya kaget saja Aini, karna kamu baru tau kalau ternyata Rian punya penyakit itu. Maaf sebelumnya karna aku gak kasih tau kamu semenjak aku tau. Rian yang minta aku tutup mulut tentang masalah ini”.
“yah gak apa-apa kok. Aku cuma sedikit gak percaya kanapa dia tidak berani mengungkapkan perasaannya sama aku. Apa karna dia cuma sayang sesaat atau seperti apa aku gak tau. Yang aku tau dari sikapnya dia sangat perhatian dan baik sama aku. Itu yang aku kira jika dia suka sama aku”. Jelas Aini.
“ada banyak hal yang gak kamu tau tentang Rian, Aini”. Jawab dhila.
“emang apa yang kamu tau tentang Rian??”. Tanya Aini.
“mungkin aku gak tau banyak tentang Rian, tapi yang aku tau pasti kalau dia emang benar-benar sayang sama kamu. Dan rasa sayangnya itu sering dia ceritakan kepadaku”. Dhila mencoba menjelaskan apa yang dia tau tentang Rian.
“tapi kenapa dia gak pernah mau bilang ke aku??”
“yah kalau itu aku sendiri gak tau, tapi dia menitipkan buku yang slalu dia bawa kemana pun dia pergi dan memintaku untuk memberikannya kepadamu. Mungkin di situ ada jawaban atas pertanyaanmu yang tadi. Dan hal itu juga yang ingin aku sampaikan kepada kamu ketika di kampus. Maaf karna aku baru bisa menyampaikannya kepadamu sekarang karna mungkin sekarang saatnya aku kasih ke kamu.” Terang dhila sambil mengambil buku yang di titipkan Rian di dalam tasnya.

Aini pun terdiam sambil mengambil buku yang di sodorkan dhila kepadanya. Dia mencoba memandangi kata demi kata yang tertulis di buku itu. Banyak tulisan yang tergores dalam buku yang selalu Rian bawa bahkan telah menjadi temannya yang paling setia menemani hidupnya sampai dia pergi meninggalkan orang-orang yang dia sayangi. Di dalam buku itu banyak puisi-puisi yang di buat oleh Rian, selain puisi-puisi juga di dalam buku itu terdapat tulisan-tulisan Rian yang menceritakan perasaan dan hatinya, tentang perasaan sayangnya kepada Aini, kedua orang tuanya, dan sahabat-sahabat dekatnya. Namun sontak Aini tercengah ketika melihat catatan di halaman terakhir yang di tulis Rian dalam buku tersebut. Di situ tertulis ‘dear Aini’. Dan matanya pun mulai membaca dengan penuh teliti dan serius.

‘Dear Aini

Bisu ketika ku memandangmu
Diam tanpa mampu ungkapkan sepatah kata
Karna terhipnotis oleh kecantikanmu
Yang membekukan hati dan jiwa

Terlukis indah pelangi di sudut mata
Yang mewarnai indahnya pesona wajahmu
Bagaikan replica kecantikan sag Cleopatra
Yang mampu menghipnotis diriku

Tak mampuku merangkai puisi
Memecahkan khayalan dan inspirasiku
Menerbangkannya jauh bersama angin
Yng tak mampu untuk aku gapai

Aini, mungkin itu yang bisa aku gambarkan tetangmu dimataku. Sebuah rangkaian puisi yang aku goreskan ketika rasa sayang ini mulai meracuni hatiku. Entah apa yang membuatmu menarik di mataku, namun bersamamu aku merasa tenang. Hati ini terasa damai saat berada dekat denganmu. Namun jiwa ini tak mampu untuk memilikimu dan bibir ini tak mampu ungkapkan apa yang ku rasakan. Aku terlalu takut akan kesedihan, aku takut jika aku meninggalkan semuanya, ada kesedihan yang hadir dalam hidupmu, dan itu tak ingin terjadi. Dalam goresan ini aku ingin sampaikan perasaanku ketika hati tak mampu mengungkapkan, ketika bibir ini membisu, ketika isyarat suit di artikan, dan sikap tak bisa menunjukan, mungkin hanya bisa tertanam dalam di hati ini. Kini aku tak tau apa yang harus ku lakukan untuk semua itu. Yang aku bisa lakukan hanya menggerakkan tangan ini untuk menggoreskan kata demi kata sebagai pelampiasan perasaan yang tak mampu ku ungkapkan. Seuntai baris puisi terakhirku untukmu yang ku persembahkan “hanya untukmu”.

Berlariku dalam lorong hatiku
Mencoba untuk mencari senyum itu
Senyum yang mampu menghangatkan hati
Dalam balutan cahaya lentera hati

Sejenak berhenti, hanya untuk memikirkanmu
Menghitung setiap detik yang terlewatkan
Yang hilang terbawa debu pasir yang terbang
Merangkai kembali senyum yang mulai hilang

Lelah letih ku hanya untukmu
Dalam sandaran senyum dan luka
Desah nafas yang terbang berhembus
Melapaskan semua isi hati yang tertunda

Itu goresan terakhir yang Rian tulis di halaman terakhir dalam buku yang telah menjadi teman hidupnya. Akhinya Aini pun terbangun dari masa lalunya tentang Rian dan hanya bisa mendesah saat menatap lembar kosong di buku hariannya Rian. "tak ada secercah harapan untuk mengenang masa lalu, yang aku ingin lanjutkan dalam hidup ini".
The End


Fb : denyfajarsuryaman@rocketmail.com
Twitter : @denyfadjar
Denyfadjarsuryaman.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar